Masyarakat tak perlu lagi risau atas kenaikan harga daging sapi yang dulu pernah mencapai Rp 100 ribu per kilogam. Dr Achmad Subagio, dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Jember kini berhasil menemukan daging alternatif murah dengan gizi disetarakan daging sapi.
Setelah bergelut sekitar 2 tahun, doktor lulusan Jepang itu baru bisa menemukan daging alternatif pengganti daging sapi.
Hanya mengandalkan ikan Lele seberat 2,5 kilogram, Achmad Subagio berhasil membuat daging alternatif seberat 1 kilogram.
Hebatnya, daging alternatif temuan Achmad Subagio dibantu rekannya, Wiwik Windariati, ini bisa membuat daging yang kaya gizi dengan aneka rasa. Achmad Subagio mengklaim, Lele seberat 2,5 kilogram bisa menghasilkan daging alternatif dengan nilai gizi setara dengan daging sapi.
"Protein daging alternatif dari Lele 1 kilogram lebih baik daripada 1 kilogram daging sapi," ungkapnya saat ditemui Erje di ruang kerjanya di Laboratorium Pengendalian Mutu FTP Unej. Tak hanya itu saja. Dari hitungannya, harga daging alternatif itu juga jauh lebih murah di bandingkan harga daging sapi.
Berdasarkan analisis usaha, daging alternatif tersebut bisa memiliki nilai jual sekitar Rp 26 ribu. "Daging dari Lele ini jauh lebih murah," ujarnya.
Kini, pihaknya mulai menjajaki kerjasama dengan pemerintah dan pihak ketiga untuk merintis home industry yang khusus memproduksi daging alternatif tersebut.
Dia mengaku, sudah mendapatkan investor yang bersedia merintis home industry untuk mengembangkan daging alternatif tersebut. "Rencananya akan dibangun di Jember," terangnya. Dia optimistis, daging temuannya tersebut bisa membuat konsumsi daging masyarakat bertambah lagi.
Sebagai langkah awal, sambung dia, pihaknya akan menjajaki pemasaran daging alternatif ke berbagai usaha berbahan baku daging sapi. Antara lain para penjual bakso, sosis, dan nugget. "Banyak home industry pengolahan yang menyambut temuan kami ini. Itu akan menurunkan biaya produksi,' ternganya.
Temuan itu, kata dia, diharapkan bisa dinikmati masyarakat luas.
Dengan harga yang lebih murah tentunya akan merangsang masyarakat lebih banyak mengkonsumsi daging yang kaya protein.
Menurut dia, saat ini, tingkat konsumsi daging sebagai sumber protein dinilai masih sangat rendah. Indikasinya, masih banyak temuan anak yang menderita busung lapar. "Penyebab utama usung lapar adalah kekurangan protein," ujarnya.
Subagio, sapaan karib, dosen jurusan THP FTP Unej itu menjelaskan, cara membuat daging altrnatif murah tersebut tidak terlalu sulit. Sekitar 2,5 kilogram Lele dipisahkan antara daging, kulit, tulang, dan duri. "Hanya dagingnya saja yang diambil," ungkap pria asal Tulung Agung ini.
Setelah terpisah, daging dilumatkan dengan alat tertentu. Kemudian daging diolah secara khusus untuk menghilangkan bau amis dari Lele. Selanjutnya, daging digumpalkan menyerupai daging pada umumnya. Setelah itu, baru bisa diolah sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Bahkan, daging alternatif tersebut bisa dibuat dengan beraneka rasa berbeda. "Rasa daging itu bisa dibuat dengan rasa tertentu," ujarnya. Hanya dengan menggunakan minyak daging tertentu, rasa akan menyesuaikan.
Dia mengaku sengaja memilih Lele untuk membuat daging alternatif karena bahan baku mudah didapat di Jember. Selain itu, peternak Lele di Jember dinilai mampu secara kontinue menyuplai rintisan home industry yang akan dirancangnya. "Dalam empat bulan, Lele juga sudah bisa dipanen untuk diolah," paparnya.
Terlebih, produksi Lele di Indonesia, termasuk di Jember, terus meningkat. Dari tahun ke tahun, peternak Lele terus merebak.
Dia menyebutkan, produksi Lele di Indonesia 2004 lalu sekitar 60 ribu ton. Ini meningkat lagi menjadi 79 ribu ton pada 2005. Pengembangan secara nasional, 2009 ini ditargetkan naik menjadi 175 ribu ton Lele.
Untuk itu, rintisan home industry tersebut direncanakan mampu menghasilkan 1 ton daging alternatif. "Untuk tahap awal rintisan home industry ditargetkan sekitar 1 ton tiap bulan," imbuhnya.
Jika lancar, produksi akan ditingkatkan lagi sesuai dengan permintaan konsumen. "Kandungan protein Lele sangat tinggi, sekitar 20 persen. Ditambah lagi kandungan minyak tak jenuhnya juga tinggi. Sehingga sangat mendukung metebolisme dalam tubuh," ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, daging Lele bisa merangsang perkembangan otak anak. "Kandungan gizi daging Lele sangat tinggi, banyak mengandung vitamin A," ujarnya.
Lemak dalam daging ikan mengandung poli asam lemak tidak jenuh (PUFA) yang terdiri dari omega-3 dan omega-6.
"PUFA tidak disintesa tubuh, sehingga harus diperoleh dari makanan. Lemak ikan dapat menurunkan LDL (Low Density Lipid) kolesterol dalam plasma darah,' jlentrehnya.
Selain itu, kandungan lemaknya jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi atau daging ayam. "Daging alternatif ini hanya mengandung lemak 2 gram saja. Ini jauh lebih rendah di bandingkan sapi 14 dan ayam 25," terangnya. Sehingga, daging alternative lebih sehat untuk dikonsumsi masyarakat.
Selain menghasilkan daging alternatif, limbah pengolahan bisa dijadikan pakan ternak Lele. "Dengan cara itu, limbah olahan bisa dikembalikan kepada peternak Lele lagi. Itu juga akan mengurangi biaya peternak untuk pakan Lele," tegasnya. (*) Source : Media Koran Jawa Post, 2010