Keguguran Berulang Bisa Dicegah dengan Tes Darah
Keguguran kerap diartikan sebagai kematian secara spontan dari janin sebelum usia kehamilan 24 minggu. Dalam tiga bulan pertama kehamilan, sangat umum terjadi keguguran. Kemungkinannya adalah dua keguguran dalam setiap 10 kehamilan. Masalah tersebut terutama akan dialami perempuan yang menginjak usia 35 tahun.
Kebanyakan perempuan yang pernah mengalami keguguran satu kali biasanya akan mampu memelihara kehamilan yang berikutnya. Namun, 1 persen dari perempuan hamil akan mengalami keguguran berulang sebanyak tiga kali atau lebih. Penyebabnya jarang sekali diketahui sehingga hal ini menyebabkan perempuan merasa sedih dan frustrasi. Sudah begitu, tak semua dokter kandungan menawarkan perawatan yang benar-benar dibutuhkan.
Tidak heran, menurut Dr Hassan Shehata, direktur medis dari The Miscarriage Clinic di London, banyak pasien yang kecewa dengan cara dokter mengatasi keguguran berulang. "Keguguran tidak dipandang sebagai kondisi yang serius karena tidak membuat perempuan yang mengalaminya meninggal dan biasanya tidak ada bayi yang bisa dipeluk atau dikubur," katanya mengakui.
Padahal, lanjut Shehata, tak seorang pun bisa merasakan sedihnya kehilangan bayi, kecuali perempuan yang mengalaminya. Ia sendiri tidak percaya bahwa keguguran hanya masalah kurang beruntung. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90 persen dari keguguran berulang disebabkan oleh kondisi yang bisa didiagnosis.
Masalahnya, dalam National Health Service (NHS), sistem layanan kesehatan di Inggris, para perempuan ini ditangani oleh dokter yang tidak memiliki spesialisasi. Akibatnya, dokter tersebut tidak menyarankan untuk melakukan rangkaian pemeriksaan yang ada dan malah melakukan tes yang tidak perlu.
Jika keguguran telah terjadi tiga kali, harus dilakukan pemeriksaan khusus untuk si pasien. Shehata mengatakan, saat ini muncul bukti-bukti bahwa masalah tiroid, penyakit seliak (kelainan yang menyebabkan usus tidak mampu menyerap nutrisi), dan sindrom ovarium polikistik (kelainan endokrin pada sistem reproduksi wanita) bisa menjadi faktor yang menyebabkan keguguran.
Untuk mengetahui apakah penyebab keguguran adalah salah satu dari penyakit ini, perlu dilakukan tes darah. Misalnya, untuk mengetahui apakah sistem kekebalannya overactive (yang bisa menyebabkan penolakan janin) atau ada kelainan darah, seperti sindrom Hughes (pengentalan darah berlebihan yang menghambat suplai gizi ke janin).
Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan antara lain biopsi dari lapisan rahim untuk memeriksa kadar progesteron setelah ovulasi (hormon yang diperlukan untuk memastikan embrio tertanam dengan semestinya di dinding rahim). Selain itu, perlu juga dilakukan USG dan pemeriksaan dalam untuk mengetahui adanya kekurangan anatomis. Kemudian, Anda dan pasangan juga bisa memeriksakan apakah ada ketidaknormalan kromosom.
Makin cepat ada kelainan yang ditemukan, makin mudah mengatasinya. Sindrom pengentalan darah, misalnya, bisa dikontrol dengan obat-obatan pengencer darah. Sistem kekebalan yang overactive bisa diredakan dengan steroid. Sindrom ovarium polikistik bisa dikendalikan dengan mengatur pola makan dan mengonsumsi obat-obatan.
Shehata berharap institusi kesehatan mulai menganggap keguguran sebagai masalah yang serius. Praktisi kesehatan harus mampu mengenali perawatan apa yang diperlukan untuk mencegah keguguran sebelum terjadi pembuahan.
"Dokter biasanya hanya meminta pasien melakukan proses pembuahan, setelah itu baru mulai khawatir apakah pasien tersebut akan keguguran atau tidak," katanya.
Usia perempuan yang melakukan program kehamilan juga merupakan masalah utama, tambah Profesor Lesley Regan, konsultan kebidanan dan kandungan di Imperial College Healthcare, London. Ia menyarankan agar pasangan suami istri tidak lagi menunda-nunda memiliki anak agar tidak mengalami problem nantinya. Ketika perempuan sudah berusia di atas 35 tahun, yang akan dihadapi bukan hanya risiko keguguran. Program seperti bayi tabung pun akan berkurang peluangnya, dengan semakin bertambahnya usia perempuan.