Produk Suplemen Tak Selalu Aman
Sebagai dokter spesialis kedokteran olahraga yang menangani atlet bulu tangkis saya sering mendapatkan permintaan untuk memeriksa berbagai food supplement yang ditawarkan pada mereka, agar mereka tidak sampai mengonsumsi produk suplemen yang ternyata mengandung zat doping.
Masih jelas dalam ingatan saya kasus doping yang di tulis di koran Kompas sebelum saya berangkat ke Amerika Serikat yang dialami atlet Indonesia karena tanpa sadar mengonsumsi suplemen yang sebelumnya dinyatakan bebas doping, tetapi mereka ternyata gagal saat dites doping.
Biasanya sebagai dokter kita hanya membaca kandungan yang tercantung di kemasan dan bila memang tak ada kandungan yang termasuk dalam daftar yang dilarang oleh WADA ( World Anti Doping Agency) maka akan kita nyatakan produk tersebut aman untuk dikonsumsi oleh para atlet.
Namun, apa yang saya baca di koran USA Today tanggal 25 Agustus 2013 yang lalu ternyata harus membuat saya mengubah apa yang saya yakini selama ini, yaitu sebagai dokter kita cukup mempercayai apa kandungan yang tertulis di kemasan. Apalagi produk itu berasal dari negara adidaya yang sudah terpercaya kredibilitasnya dalam memproduksi suplemen yang baik untuk kesehatan dan olahraga.
Di USA Today tersebut dikatakan bahwa Matt Cahill yang memproduksi banyak supplemen, termasuk produk terakhirnya yaitu Craze performance fuel, terbukti bersalah karena membuat formula food suplement menggunakan bahan baku yang berasal dari bahan-bahan berbahaya seperti pestisida, hormon, ataupun bahan yang termasuk dalam daftar doping. Suplemen itu diklaim untuk meningkatkan kesehatan, mengatasi obesitas, meningkatkan performa olahragawan.
Produksi yang dijual secara online tersebut ternyata sangat laku di pasaran karena promosi yang intens. Publik memercayai apa yang diproduksi oleh perusahaannya karena dianggap kredibel dalam memproduksi berbagai suplemen hanya karena testimoni yang bukan merupakan hasil penelitian ilmiah.
Cahill sendiri tidak memiliki dasar pendidikan di kesehatan, nutrisi, ataupun kimia dan bekerja sebagai penjaga keselamatan (life guard). Ia juga tidak memiliki staf ahli yang mendukung produksinya. Dengan demikian perbuatannya semata-mata hanya untuk memperoleh keuntungan finansial tanpa memperhatikan faktor keamanan konsumennya.
Hasil dari perbuatannya tersebut menyebabkan kematian, dan hasil tes doping positif sehingga para atlet kehilangan kesempatan, beasiswa bahkan juga prestasi yang cemerlang karena terbukti menggunakan produk doping.
Perusahaan yang dibentuk ternyata sangat meyakinkan sehingga ada perusahaan lain yang ingin memproduksi sendiri suplemen tersebut. Sayangnya setelah lisensi tersebut dibeli ternyata suplemen tersebut sudah menuai komplain saat ada yang meninggal akibat mengkonsumsi produk tersebut.
Akibatnya perusahaan pembeli lisensi tersebut dituntut. Namun Cahill sendiri masih aman untuk memproduksi suplemen yang lain. Bahkan lebih gila lagi, saat akhirnya ia akan masuk penjara, ia mengirim pesan Twitter bahwa ia akan melakukan perjalanan panjang untuk menemukan berbagai bahan alami baru yang akan digunakan untuk produksi yang akan datang.
Dalam hal ini FDA, yaitu lembaga pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat, memang tidak memiliki pengaruh terhadap produksi suplemen sehingga Cahill dapat bebas berkreasi dengan berbagai macam produknya.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari kasus Cahill adalah gunakan suplemen hanya jika memang benar-benar dibutuhkan dan sebaiknya yang sudah pasti aman karena telah disetujui oleh lembaga FDA. Lebih baik menggunakan bahan alami asli jika memang itu dibutuhkan.
Hal lain adalah tidak ada jalan pintas untuk meningkatkan performa olahraga kecuali latihan, latihan, dan latihan.
Penulis: dr Michael Triangto, SpKO